Defined creatures - a sight
“Bagaimana kita bermula? Kemana kita akan pergi?”
Mengikuti pembahasan kita tempo hari mengenai cara pandang, kali ini mari kita bahas soal sebuah pandangan yang sempat muncul di pikiranku dan tampak menarik untuk didiskusikan. Pertanyaan pengantar diatas, mungkin terdengar tak asing jika kamu sudah membaca Origin (by Dan Brown), but it's significantly different dan sama sekali tidak membahas isi/gagasan di buku tersebut secara spesifik.
Alert: Mungkin tulisan ini mengelaborasi berbagai aspek dengan beberapa tahapan pengkajian. Akan tetapi, aku sangat merekomendasikan bacalah hingga bagian argumen (Phase III) untuk menemukan sesuatu yang sangat mungkin menarik untuk dipikirkan.
PHASE I: The Problems
Aku bolak-balik bertanya, merenung, bertanya kembali, mengkaji sumber, menggagas, dan kembali bertanya. Beberapa waktu, aku bertukar pikiran dengan sahabat-sahabatku yang budiman. Tapi hingga saat ini, meskipun aku punya sebuah jawaban, pertanyaan semacam ini masih sering muncul untuk sekedar mengingatkan bahwa aku hilang arah atau memastikan apakah aku punya jawaban. Jadi, aku tak bisa tidak tertarik dengan eksplorasi gagasan-gagasan tersebut secara mendalam.
Dalam memandang sesuatu, sangat baik bila kita mencoba memahami betul objek tersebut dalam definisi paling mendasar. (nb: mohon maaf untuk kawan-kawanku bila kalian kesal saat aku menjawab pertanyaan kalian dengan bertanya balik, “apa itu X?” innocently). Jadi.., apa yang bisa kita sebut awal, apa yang disebut akhir, jika memang keduanya itu ada?
N.b:
Dan mohon untuk kawanku tercinta yang luar biasa kritis, mari kita simpan dulu pertanyaan “apa itu ada?” karena saat ini aku merujuk pada eksistensi objek bahasan kita di semesta ini (awal dan akhir).
PHASE II: The Review
Dalam terminologi fisika keadaan awal itu kita definisikan keberadaannya, titik manakah dia di dalam suatu dimensi. Misalnya t0 adalah suatu titik dalam dimensi waktu ketika kita pertama kali mengamati sesuatu, l0 adalah suatu titik di dimensi ruang ketika kita pertama kali mengamati sesuatu. Awal tersebut didefinisikan! Bahkan dalam pandangan yang lebih jauh (masih dalam konteks fisika) waktu nol (t0) didefinisikan ketika alam semesta bermula dari ledakan besar. Fisika belum mapan menjelaskan dengan pasti apa-apa sebelum t0 tersebut. Dan sejalan dengan itu, jika kondisi awal didefinisikan di satu titik, kondisi akhir juga perlu didefinisikan di titik lain pada dimensi yang sama.
Lebih khusus dalam konteks awal mula makhluk hidup, pembahasan seringkali dimulai dari sup purba dan evolusi. Dikatakan bahwa kita dapat muncul dari sesuatu yang sama sekali tidak hidup melalui proses yang ekstrim dan lama. Since Miller-Urey tidak menghasilkan simpulan positif dari percobaan mereka (review disini), aku sama sekali tidak punya alasan untuk meyakini pernyataan tersebut benar (ataupun salah?). Kita tidak tahu. Darwinism menunjukkan evolusi makhluk hidup dengan alur dan skema yang fantastis yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh pikiranku. Tapi apakah itu valid? Aku juga tidak tahu! Tapi jelasnya, dengan pola tersebut pun kita tak bisa mengekstrapolasi dengan meyakinkan akan jadi apa kita berikutnya, bagaimana nasib kita dan para mahluk hidup lainnya nanti?
Berbeda dengan dua jenis pendekatan sebelumnya, aristotelian mendefinisikan sebab sebagai awal dari akibat. Dan karena hubungan sebab akibat selalu beruntun dan nampak tak berujung, muncullah ruang yang diisi oleh suatu sebab utama, sebuah awal yang menjadi penggerak utama. Konsep serupa digemakan oleh Ibnu Rusyd dalam menghembuskan benih filsafat keislaman. Tetapi, apakah hal tersebut mungkin merupakan sebuah tempat untuk angan-angan yang tak terdefinisikan nalar? Setidaknya hal tersebut ditanyakan oleh kalangan kontra-teisme. N.b.: Bila kamu, kawanku.. adalah salah satu yang bertanya demikian, aku sangat tertarik untuk mencoba memahaminya.
Dalam Islam (its considered bcz obviously i am Moslem), asal mula kita adalah dari Dia (disimpulkan dari pernyataan ilaihi raji’un, kepada-Nya kita kembali). Statement tersebut mengiringi kalimat sebelumnya, “inna lillah..,” bahwa segala urusan adalah otoritas Allah. Well, dari suatu sisi ini terdengar cocok dengan argumen Prima Causa (aristotelian). Lebih lanjut soal penciptaan manusia, ada beberapa kata kunci yang bisa memberikan kita petunjuk secara umum. Disebutkan bahwa pada mulanya manusia hanya Adam, tercipta dari tanah (rujukan An Najm: 32, Qaaf: 3, Al Mu’min: 7, Shaad: 71 & 76, Ash Shaaffaat: 11, Al Hijr: 28, As Sajdah: 7, dan masih banyak lagi). Ini menarik karena sejauh yang aku tahu, turab (tanah) tak bernyawa dan tidak terpaku pada komponennya organik atau tidak. Sounds like chemical evolution(?)
Dan berikutnya yang Islam sebutkan soal masa depan juga tak kalah menarik. Dari mulai konsep takdir, kehendak bebas terbatas, hari akhir, hari pembalasan, dan banyak sekali konsep lain yang ternyata memiliki berbagai tinjauan. Aku akan sangat senang untuk membahasnya dalam diskusi kita mengenai pandangan-pandangan di kesempatan berikutnya. Tapi, secara umum, Islam mendefinisikan apa yang akan kita alami berikutnya dalam gambaran yang jelas (rujukan surat-surat dan ayat-ayat mengenai hari akhir). Keyakinan utamanya, bahwa ruh itu kekal dan akan kembali ke tempatnya berasal meskipun jasadnya telah mati.
Masih banyak tinjauan lain yang masih mungkin kita bahas, tapi secara garis besar review yang sebelumnya aku lakukan mencakup hal-hal di atas. Meskipun demikian, ada satu lagi titik kajian yang aku gunakan untuk menarik argumen dalam bahasan ini. Dan itu berasal dari sains baru yang belakangan ini sangat tren dikembangkan, dan sangat digemari produk-produknya oleh masyarakat. Aku mengambil rasio dari cara kita membuat sesuatu dan menarik rasio tersebut dalam tinjauan yang lebih fundamental soal asal mula kita, Computer Science.
N.b.:
Mohon tidak berasumsi secara mentah bahwa argumen yang kusebut mirip dengan eksperimen dari buku fiksi karya Dan Brown. Karena aku mendeduksi dan menginduksikan suatu prinsip agar konsepsi pada bahasan ini cukup bisa dipahami pikiranku, bukan membayangkan eksperimen virtual sebuah superkomputer yang belum pernah ada. Jika kawanku ini bukan pembaca Dan Brown, mungkin kau tidak perlu merisaukan catatan ini.
PHASE III: The Argument
Aku sangat senang untuk mengatakan bahwa dalam pandanganku, semua ulasan yang aku sebutkan tadi sangat penting. Karena aku menerima nilai-nilai dari fisika bahwa bicara soal awal mula sesuatu adalah berbicara pula bagaimana kita mendefinisikan awal tersebut. Aku tidak bisa meyakini hingga kita lahir dari bentuk spesies lain, tapi nampaknya dengan mengamati apa yang sehari-hari kita gunakan untuk hidup, aku yakin bahwa ada bagian dari bintang-bintang semesta ini di dalam tubuhku. Dan aku sangat meyakini bahwa kita adalah bagian dari semesta ini, sama-sama hidup, tetapi dengan caranya masing-masing.
Aku sangat memahami dan setuju dengan definisi makhluk hidup dari pandangan biologi. Respirasi, tumbuh, peka terhadap rangsangan, bergerak, menyerap nutrisi. Well, aku terima kita dan beberapa domain lainnya disebut sebagai makhluk hidup sementara yang tidak termasuk kualifikasi itu merupakan makhluk/benda tak hidup. Tapi aku lebih memilih definisi lain yang mengatakan padaku bahwa seluruh semesta ini hidup, mereka dinamis, memiliki polanya tersendiri. Dan perubahan-perubahan energetik itu aku rasa akan lebih memuaskan untuk mendefinisikan kehidupan.
Perlu dicatat bahwa aku tidak menihilkan definisi sebelumnya, karena dalam ranahnya, biologi, definisi itu sendiri sangat bermanfaat dan praktis.
Coba kita pikirkan, setiap atom di ruang yang kita tinggali ini bergerak bebas. Tanpa kita sadar tumbukannya dengan objek lain memunculkan apa yang kita sebut sebagai tekanan. Mereka hidup membawa properti-properti fisis yang dinamis. Fakta bahwa perilakunya dapat dianalisis salah satunya secara statistik sangat menarik.
Sebagaimana energi mengalir dari satu manusia hidup ke manusia lainnya selama bergenerasi-generasi, atom-atom tersebut saling mentransferkan energinya dengan aturan-aturan tertentu.
Aturan dan pola-pola luar biasa yang muncul di kehidupan ini adalah konsep awal dimana aku mulai menarik argumenku mengenai bagaimana mulanya kita. Seiring eksplorasi pola-pola di alam terus dilakukan, sejauh ini kita sangat berharap dengan adanya satu konsep yang universal, yang memuat aturan yang akan berlaku untuk semua elemen kehidupan. Dari Grand Unified Theory aku optimis pada adanya satu cara yang menggambarkan cetak biru semesta ini, yang sekali dijalankan, berjalanlah semesta dari penciptaannya hingga saat ini, dan hingga esok hari di masa depan. Kemudian pertanyaanku menjadi, “Siapa yang sedari awal menuliskan aturan itu? Apa artinya dengan penciptaan?”
Dengan menyetujui hal di atas, kita bisa setuju dengan sebab utama yang diutarakan oleh Aristoteles. Tetapi bukan berarti pernyataan itu membolehkan kita mengatakan bahwa Tuhan adalah watchmaker yang lantas meninggalkan ciptaannya berjalan bebas tanpa campur tangan-Nya. Sebagian mengatakan bahwa adanya mukjizat dan intervensi Tuhan melawan hal-hal yang normal dari hukum alam, akan menggugurkan konsep, “semesta ini telah dirancang dengan baik sebelumnya.” Akan tetapi, sebetulnya hal tersebut tidak mesti menggugurkan konsep penciptaan yang kita bahas tadi.
Apa yang bisa kita tinjau mengenai hal ini sangat abstrak, tetapi mungkin bisa didekati dengan analogi yang tepat. Analogi berikut mungkin membantu kita untuk memastikan kemungkinan adanya Grand Designer sekaligus Grand Ruler di semesta ini, dan bagaimana kemungkinan realitas semacam itu bisa muncul dan masuk akal.
Mari kita mulai dengan instrumen cerdas yang manusia ciptakan sendiri. Komputer berjalan dengan program yang disusun menggunakan Binary antara 0 dan 1. Biner tersebut menyusun perintah-perintah sederhana, yang kemudian mengkonstruksi fungsi-fungsi yang lebih riil, lalu berkembang menjadi sesuatu yang cukup cerdas untuk membantu kehidupan kita. Dia dapat membantu melakukan analisis, memunculkan prediksi, dan mengambil keputusan.
But still, perancang yang tahu betul bagaimana ciptaannya bekerja masih punya kemungkinan melakukan intervensi tanpa mengubah set aturan yang berlaku. Karena sedari awal Dia telah menyiapkan seluruh desain tersebut beserta set fungsi yang memungkinkannya mengubah beberapa variabel dalam kondisi-kondisi tak biasa tanpa harus mereset hasil rancangannya.
Dalam kasus penciptaan makhluk hidup, alih-alih 0 dan 1, bahan yang mengkonstruksi setiap hal yang dilakukan oleh makhluk-makhluk ini berupa quaternary antara A-C-T-G dalam gen makhluk hidup. Dan ya, ada sekumpulan fungsi dan rule set yang dirancang agar mereka dapat menjalani kehidupan sebagaimana yang terjadi.
N.b.:
Meski apa yang kunyatakan ini sarat ontologis, dan bisa jadi ada diantara kita yang tidak setuju dan menganggap pandangan semacam ini tidak berguna, sejauh ini, argumen tersebut dalam pandanganku cukup memuaskan dan dapat digunakan dalam membangun prinsip-prinsip lain yang berlaku di berbagai aspek kehidupan ini.
Dengan pemahaman bahwa dunia ini berjalan dengan satu desain yang sebelumnya telah ditentukan, maka masa depan tentunya akan mengikuti desain itu. Akan tetapi, karena kita umat manusia belum mengetahui cetak biru lengkapnya, kita tidak bisa meramalkan dengan tepat kejadian-kejadian yang akan terjadi.
Disisi lain, Tuhan sebagai pemilik rancangan tersebut jelas tahu betul rentetan kejadian berikutnya. Dalam ajaran Islam, Allah mengungkapkan berbagai peristiwa di masa depan dalam ayat-ayat Alquran, dan hadits-hadits Nabi. Informasi-informasi tersebut mencakup baik kemenangan dan tantangan yang akan dihadapi muslimin, fenomena alam maupun sosial menjelang akhir zaman, kejadian di hari kiamat, dan berbagai peristiwa yang akan di alami di hari akhir, dan kehidupan di alam kekal. Pemahamanku mengenai hal ini mungkin sangat terbatas bila dibandingkan mufassir dan ulama-ulama di berbagai tempat di seluruh dunia. Maka ada baiknya disamping interpretasi logika, kita melakukan kajian dengan mempertimbangkan pendapat-pendapat mereka. Bila ada kesempatan, aku akan senang mengkajinya bersama kawanku ini.
Tulisan ini cukup panjang untuk satu postingan blog. Tapi aku sangat ingin membahasnya, sekurang-kurangnya sampai argumen inti yang kupunya bisa tersampaikan. Aku akan kembali lagi berikutnya dan membahas bagaimana kaca mata yang kita bahas tempo hari memberikan nuansa penuh kebahagiaan.
Aku akan senang mendengar apa kata pikiranmu, atau paling tidak apa yang dikatakan hal-hal yang telah kamu pelajari. Semoga kita bisa berkesempatan untuk terus bertukar pikiran di kemudian hari. Sampai jumpa. Semoga As salam selalu menyertaimu.
N.b.: Terimakasih banyak untuk sahibku yang beberapa hari lalu membantuku untuk menyajikan tulisan ini agar lebih pantas dibaca dan dapat dipahami pembaca. Semoga As salam selalu menyertaimu.
Komentar
Posting Komentar