Everything Has It's Cost (?)
"It doesn't matter what we choose! Mau pilih apapun biasa aja. Still, everything has it's cost."
Di forum, sekitar dua puluh orang berdebat soal keputusan apa yang sebaiknya kami ambil. Kami belum sepakat sampai-sampai setiap orang yang hadir diminta memilih mana yang lebih baik. Hampir jadi voting. Menanggapi itu aku bicara, bertahan memilih netral meski dalam hati aku berharap menghindari resiko besar. "It doesn't matter what we choose! Mau pilih apapun biasa aja. Still, everything has it's cost," kataku saat itu.
Ketika aku bilang begitu, pemahamanku bilang bahwa apapun yang kita pilih, kita cuma perlu bayar apa harganya. Sering juga bayarannya tak cuman satu hal. Waktu, tenaga, pikiran, uang, bahkan perasaan. Karena kita hanya akan dapat sebesar yang kita beri. Aku sendiri bilang, waktu itu bilang semuanya juga bisa kita dapat, tapi kita harus rela bayar harganya.
Namun, setelahnya apa yang aku ucapan di forum itu, sering kali muncul dan mengganggu pikiranku.
Karena setelahnya, ada pikiran baru yang menyerang kepalaku dan sempat membuatku merasa bersalah mengungkapkan gagasanku sebelumnya. Ya, aku memandang keseimbangan bahwa apa yang aku dapat seimbang dengan apa yang aku bayar, apapun bentuknya. Tapi dengan begitu, aku merasa seakan aku besar kepala karena merasa aku memiliki sesuatu yang bisa kubayarkan. Mengatakan bahwa kita harus rela melepas adalah bentuk kecintaan dan kepemilikan, pada dasarnya sebersit rasa tidak rela itu sendiri. Jadi apakah benar mengatakan kita perlu membayar apa yang mau kita pilih?
Dalam beberapa sisi, kurasa hal tersebut benar. Jika beracuan pada prinsip keseimbangan dan keadilan yang kita bahsa sebelumnya. Tapi dari sudut pandang yang lebih jujur dari seorang hamba, tidakkah hal tersebut berlebihan? Bukankah kita pada dasarnya tidak memiliki apa-apa? Bukankah waktu, kesempatan, kemampuan, dan berbagai hal yang kita rasa milik kita hanyalah sebuah pemberian dari entitas luhur Yang Maha Pemurah? Jadi apalah artinya kita membayar jika kita hanya memberikan apa yang sempat dititipkan pada kita?
Dengan pandangan demikian, kita mungkin dapat menemukan suatu sudut pandang baru. Alih-alih berjual beli setengah hati di pasar kehidupan dengan bilang semua punya harga yang dibayar, kita akan punya cara yang lebih pantas mengungkapkannya. Bahwa, semua yang kita dapat itu gratis, dan secara terbatas kita bebas memilih hal apakah yang mau kita miliki di kehidupan. Kita cuma butuh terlahir dan jadi manusia untuk dapat saldo gratis kita di dunia ini. Silahkan pilih mau dipakai apa!
Sengaja atau tidak, disadari atau tidak, sebagian orang, memilih pemberian tersebut dalam bentuk harta yang banyak. Sebagian lagi memilih waklu luang dan kesantaian yang banyak. Sebagian memilih ketenangan. Sebagian memilih kemasyhuran. Sebagian memilih kehormatan. Sebagian memilih pengetahuan. Sebagian memilih kecantikan. Sebagian memilih penghambaan itu sebagai wujud upayanya menabung demi massa yang jauh di esok hari. Sebagian sisanya, mencampur berbagai hal dalam porsi yang beragam. Karena hal tersebut gratis, tinggal pilih.
Ada yang tak berkeinginan/berkesempatan menikmati kesenangan dunia. Maka akan tetap lunas pemberian Tuhan itu dengan hadir dalam bentuk lain. Barangkali dari sini kita bisa memandang sebentuk keadilan yang murni.
Adapun aku, menyadari kekeliruan yang sempat aku ungkapkan. Karena hal tersebut mewujud dari bibir ketak relaan dan rasa kepemilikan yang jelas tidak sehat bagi jiwaku yang malang. Akan benar mengatakan sesuatu itu selalu punya harga yang harus dibayar, jika kita tetap mengerti bahwa bahkan apa yang kita bayar itu merupakan pemberian secara cuma-cuma.
Untukmu, kawanku. Aku harap kamu mau mengerti kesalahanku dan perubahan cara pandangku. Aku memahami bahwa bila yang kupahami tidak tepat, akan datang gagasan yang lebih baik dan mengubahnya. Mungkin argumen dan gagasanmu adalah salah satu hal yang ikut berperan mengubahnya, atau justru menguatkannya. Jadi aku akan sangat senang mendengar apa yang kamu pikirkan, dan apa yang ingin kamu ungkapkan.
Terimakasih.
Semoga kedamaian selalu menyertaimu.
Komentar
Posting Komentar